Ade Siti Barokah merupakan alumni Sosiologi UGM tahun 1996 yang telah berkiprah di berbagai bidang pekerjaan. Dimulai dengan berkarir di bidang jurnalistik setelah lulus kuliah hingga menjadi Program Officer untuk Program Ketahanan Demokratis di The Asia Foundation sejak 2017 hingga saat ini. Dalam bidang keahliannya, ia berfokus pada isu-isu inklusi sosial dan pengentasan kemiskinan. Di lain sisi, sebagai fasilitator dalam pengembangan berbasis masyarakat dan resolusi konflik, Ade telah menerima beragam beasiswa untuk menunjang pencapaian dalam pendidikan dan karir.
Atas berbagai pengalaman tersebut, Tim Media Departemen Sosiologi berkesempatan mewawancarai Ade Siti Barokah melalui platform zoom pada Kamis (22/9). Dalam wawancara ini, Ade Siti Barokah membagikan pengalamannya dalam dunia kerja sebagai Alumni Sosiologi UGM.
Apa pengalaman yang paling berkesan selama menjadi mahasiswa S1 Sosiologi UGM, baik itu kelas favorit maupun keikutsertaan pada kegiatan ekstrakurikuler di kampus?
Sudah lama sekali sekitar 30 tahun yang lalu saya menjadi mahasiswa S1 Program Studi Sosiologi UGM. Saat menjadi mahasiswa, saya merasa bersemangat karena Jurusan Sosiologi adalah jurusan favorit saya. Pada saat kuliah dulu, saya bukan termasuk mahasiswa yang cemerlang, atau dalam artian biasa saja. Disini konteks yang saya maksud adalah nilai akademik yang cukup dan lebih senang mengasah skill diluar studi. Saya dulu aktif pada berbagai kegiatan dan organisasi. Saat semester tiga dulu, sudah mulai bekerja untuk mencukupi kebutuhan. Selain itu, keterlibatan dalam kegiatan penelitian dan berkontribusi dalam proyek riset dosen dan proyek sosial pada saat menjadi mahasiswa memberikan bekal dalam perjalanan karir saya yang dinamis. Pada saat kuliah, hidup saya terbagi antara akademik, organisasi, dan pekerjaan. Pengalaman lainnya adalah ketika saya ikut delegasi mewakili kampus, kadang menjadi narasumber dan studi banding.
Maka ketika ditanya hal yang paling berkesan, saya menjawab dari sisi rasa bangga saya dalam melewati masa-masa kuliah yang penuh dengan struggle karena harus mencari uang di luar akademik. Menurut saya itu adalah keberhasilan tersendiri dalam menyelesaikan kuliah tepat waktu, berhasil meraih nilai yang baik, serta pengalaman-pengalaman saat aktif dalam kegiatan kampus dan bekerja. Historis pekerjaan saya cenderung berpindah-pindah tetapi memiliki jangka waktu yang lama di setiap bidang pekerjaan. Saya rasa tanpa pengalaman pahit, mungkin kita hanya punya pengalaman akademik yang bagus, tetapi tidak ada sentuhan struggle yang menempa kita.
Setelah menjadi alumni dan berkarir selama puluhan tahun, apa yang Anda pikirkan mengenai Ilmu Sosiologi?
Ilmu sosiologi memberikan perspektif dan basic knowledge kepada kita untuk menjadi apapun. Belajar Sosiologi itu membuat kita sangat fleksibel, dan bisa masuk ke dunia apapun. Sosiologi membantu kerangka berpikir dalam melihat relasi perorangan, komunitas dan masyarakat sehingga ketika bekerja dan berelasi dengan perorangan kita sudah memilikinya. Ketika membangun relasi dengan berbagai jenis manusia, pendekatannya tidak sama. Misalnya setelah lulus kuliah pekerjaan pertama saya adalah sebagai wartawan di suatu majalah. Saya merasa Sosiologi membentuk saya menjadi wartawan yang luwes dan fleksibel. Sebagai jurnalis, ketika berhadapan dengan seorang politisi dan artis, maka basis pengetahuan tentang relasi sosial yang dipelajari di Sosiologi membentuk pemahaman penting dalam membedakan teknik wawancara pada kedua aktor tersebut. Menjadi wartawan dengan basis ilmu Sosiologi itu sangat mendukung pekerjaan. Saya bisa memilah dengan berbagai pendekatan pada masing-masing narasumber.
Selain itu sebagai seorang Sosiolog kita tidak cepat mengambil kesimpulan, dan tidak akan melakukan claim dan judgement terhadap suatu kondisi karena saat menjadi mahasiswa kita diajarkan pemikiran alternatif. Ini membantu kita lebih tepat dan bijak dalam melakukan suatu pendekatan ke perorangan. Implementasinya adalah pada saat saya menjalani posisi sebagai Field Monitoring Specialist pada program masyarakat yakni National Management Consultant. Maka pengalaman pembelajaran Sosiologi saya sangat membantu saat datang ke berbagai tempat, menjumpai beragam orang, kebudayaan, dan nilai-nilai di suatu masyarakat. Jadi kita sangat mudah beradaptasi dan tidak cepat judgemental. Sosiologi membantu saya dalam memahami beragam karakter, masuk ke dalam komunitas atau masyarakat, dan menganalisa fenomena sosial.
Sumber gambar: dok.pribadi narasumber
Bagaimana peran hardskill dan softskill dalam perjalanan karir Anda?
Dunia kerja yang dimasuki oleh alumni Sosiologi pastinya bukan mekanik, kita tentu diuntungkan ketika memiliki kemampuan dalam riset, melakukan analisa sosial, fasilitator, public communication, serta kemampuan interpersonal skill baik kepada peer, atasan, bawahan, mitra kerja, donor dan sebagainya. Ini semua membutuhkan soft skill dalam membangun empati bagi banyak orang dan bersifat tegas kepada mitra. Perlu dibedakan pula antara emotional treatment dan professional treatment. Misalnya saya di The Asia Foundation, memberikan dukungan project kepada NGO di Jogja. Dalam relasi personal, saya berteman baik, tetapi dalam relasi profesional inilah yang harus dijaga. Kita perlu membangun dan memahami relasi personal dan profesional. Bagi saya softskill harus dipupuk karena diasah oleh pengalaman dan observasi. Disisi lain kalau membicarakan hardskill kita bisa melatihnya misalnya melalui workshop. Teman-teman tidak cukup hanya lulus dengan IPK tinggi, karena hardskill sebagai keuntungan tidak bisa memberikan unsur kebertahanan. Perlunya menambah keahlian untuk mudah diterima. Sebagai contoh, kemampuan melakukan Analisis Sosial (ANSOS) pada saat ini. Perusahaan-perusahaan sekarang sedang bersemangat untuk realisasi program Corporate Social Responsibility (CSR). Maka perlu skill tambahan untuk masuk dunia kerja dan kapasitas dalam memilih dunia kerja yang diinginkan. Terutama mahasiswa semester akhir yang sudah tidak ada kuliah teori, teman-teman dapat meningkatkan kemampuan berbahasa inggris, workshop keterampilan, dan lain sebagainya.
Sumber gambar: dok.pribadi narasumber
Bagaimana pengalaman karir dan pendidikan Anda serta relevansi ilmu Sosiologi dengan bidang kerja sejauh ini?
Semua pekerjaan saya sangat relevan dengan Sosiologi. Saya pernah bekerja sebagai jurnalis di berbagai media setelah lulus kuliah, lalu bergabung dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) dan inilah yang memberikan kesempatan saya untuk mengenali Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Selain itu bekerja sebagai Manajer Program Penanggulangan Kemiskinan dan Tata Kelola Ekonomi dengan Kemitraan Pembaruan Tata Pemerintahan (Kemitraan). Masing-masing pekerjaan tersebut saya lakukan dalam rentang delapan sampai sembilan tahun. Saya juga pernah bekerja sebagai peneliti di Pusat Studi Kajian Etika Politik dan Pemerintahan. Dan tahun 2017 hingga saat ini saya bekerja di The Asia Foundation. Dilain sisi, kalau berbicara mengenai pendidikan, gelar Master pertama saya dari jurusan Public Policy di Indonesia, dan Master kedua jurusan Human Rights, Gender and Conflict Studies di Universitas Erasmus Rotterdam Belanda.
Semua perjalanan karir dan pendidikan saya tidak terlepas dari Sosiologi. Di kemitraan selama sembilan tahun saya diposisikan untuk Program Planning Manager dimana aspek kerja ada pada koordinasi dan sinkronisasi program-program kerja dibawah Kemitraan agar sejalan dengan visi-misi yang ada. Merancang monitoring plan, dan menyusun tool monev. Pada periode berikutnya, saya diamanahi memegang proyek dalam posisi sebagai Project Manager. Kami mendampingi masyarakat yang jarang dilirik dalam program-program kemasyarakatan. Setelah itu pindah ke The Asia Foundation, pekerjaannya masih relevan. Disini saya khusus mendampingi tiga komunitas yakni orang dengan disabilitas, transgender/ transpuan, dan korban pelanggaran HAM berat di masa lalu. Saya bekerja di 31 provinsi untuk tiga komunitas itu. Jadi kita mendampingi komunitas itu untuk mendapatkan tiga hal. Pertama, layanan dasar seperti KTP, akses kesehatan dan pendidikan, serta dukungan mata pencaharian. Second, memastikan penerimaan sosial kepada masyarakat yakni diterima menjadi bagian dari masyarakat. Third, mendorong kebijakan inklusif yakni memastikan regulasi di berbagai tingkatan agar pelayanan kelompok rentan dan marjinal terakomodir. Pekerjaan tersebut saya jalani hingga tahun 2021 di The Asia Foundation.
Kemudian mulai 2021-2024 kedepannya, saya memegang program “Democratic Client”, yakni membangun ketahanan demokrasi. Ada beberapa komponen pekerjaan yang saya lakukan. First, meningkatkan kapasitas kelompok rentan dan marjinal sebagai backbone demokrasi. Kita bekerja sama dengan KPU, Bawaslu untuk memastikan pemilu adil, tidak dipenuhi kebencian, dan mengurangi tensi politik identitas. Lalu Citizenship Journalist agar kemudian lebih kritis dalam menyuarakan kepentingan masyarakat, menyajikan berita alternatif, counter hoax, dan melakukan verifikasi dan identifikasi berita-berita di masyarakat. Artinya, melakukan kekuatan kapasitas untuk promosi demokrasi yang sehat.
Aspirasi skill Sosiologi seperti apa yang dibutuhkan dan apa yang perlu diperhatikan dan dikembangkan untuk karir dan pekerjaan sebagai Sosiolog?
Pada hakikatnya, pengalaman empiris sangat dibutuhkan oleh seorang Sosiolog. Mahasiswa perlu ‘dibenturkan’ dengan pengalaman nyata, karena pembelajaran teori saja tidaklah cukup. Kalau kedepannya ingin menjadi dosen dan peneliti, maka pendalaman teori sangat penting dengan penambahan skill mengajar, fasilitasi, mediasi, riset, dan lain-lain. Tetapi kalau bekerja di profesi lain, maka kemampuan basic lain dibutuhkan. Saya memberikan penekanan pada pentingnya kemampuan dalam ANSOS. Perlu ada satu mata kuliah khusus atau satu materi dimana mahasiswa bisa diterjunkan untuk melakukan actor mapping, serta SWOT lapangan dan masyarakat. Itu menurut saya penting karena hampir semua organisasi, kantor, dan perusahaan membutuhkan orang yang memiliki kemampuan analisa sosial, misalnya untuk mendukung CSR perusahaan. Harusnya Sosiologi bisa berperan disini. Selain itu kemampuan Poverty Report Assessment, Political Economy Analysis mestinya dimiliki oleh teman-teman Sosiologi. Termasuk pula kemampuan kekinian seperti video pendek dan infografis yang juga akan membantu untuk keunggulan lain. Karena kompetisi di dunia kerja itu luar biasa, jangan hanya mengandalkan IPK, tetapi kemampuan dan sertifikasi yang perlu diperhatikan pula.
Wawancara dengan Ade Siti Barokah ditutup dengan pesannya kepada mahasiswa/i Sosiologi. Ia mengatakan bahwa nilai akademik saja tidak cukup untuk membuat kita survive. Perlu membekali diri dengan hard and soft skill untuk dunia kerja yang diinginkan. “Dan akhir kata, Sosiologi itu favorit kita, bangga menjadi alumni sosiologi yang keren-keren,” tutupnya dalam wawancara ini.
Penulis: Kartika Situmorang
Ade Siti Barokah merupakan alumni Sosiologi UGM tahun 1996 yang telah berkiprah di berbagai bidang pekerjaan. Dimulai dengan berkarir di bidang jurnalistik setelah lulus kuliah hingga menjadi Program Officer untuk Program Ketahanan Demokratis di The Asia Foundation sejak 2017 hingga saat ini. Dalam bidang keahliannya, ia berfokus pada isu-isu inklusi sosial dan pengentasan kemiskinan. Di lain sisi, sebagai fasilitator dalam pengembangan berbasis masyarakat dan resolusi konflik, Ade telah menerima beragam beasiswa untuk menunjang pencapaian dalam pendidikan dan karir.