Demografi Sosial dan Kaitannya dengan Etnisitas
Berbicara mengenai keterkaitan antara etnisitas dan demografi sosial, bahasa merupakan salah satu teknik yang dapat digunakan untuk membaca fenomena demografi. Melalui bahasa, kita dapat mengetahui dari mana seorang individu berasal. Dalam pertemuan pertamanya (23/01) Prof. Aris Ananta, selaku pembicara memberikan gambaran tentang sisi menarik mempelajari demografi sosial. Misalnya, ketika kita sedang berada di airport dan menunggu pesawat yang sedang delay, kita dapat mengamati orang lain dari bahasa yang digunakannya.
Penggunaan bahasa mencerminkan adanya fenomena wira-wiri. Terminologi ini diambil dari bahasa jawa yang menggambarkan suatu kondisi perpindahan penduduk dari satu tempat ke tempat lain yang semakin masif karena kemajuan teknologi transportasi. Dalam beberapa kontek,s fenomena wira-wiri memiliki beberapa terminologi yang berbeda. Salah satunya adalah merantau. Merantau merupakan istilah yang berasal dari Sumatera Barat, kata ini pertama kali dipopulerkan oleh Mochtar Naif.
Menurut Prof. Aris Ananta, fenomena merantau sejatinya memiliki perbedaan dengan migrasi. Migrasi menggambarkan kondisi perpindahan masyarakat ke suatu tempat dan akan kembali lagi. Sedangkan merantau menggambarkan kondisi seseorang yang pergi ke lain daerah lain dari daerah aslinya dalam waktu yang tidak dapat dipastikan, karena merantau menuntut kemampuan untuk bertahan hidup dan beradaptasi dengan lingkungan barunya.
Bonus Demografi atau Bencana Demografi?
Bonus atau bencana demografi? Dua hal ini memiliki pengertian yang bertolak belakang, tetapi keduanya ditentukan oleh kesiapan dari masyarakat itu sendiri. Sekitar tahun 2020-2030, Indonesia diperkirakan akan mengalami bonus demografi. Namun, masyarakat pada umumnya sering beranggapan bahwa bonus demografi secara otomatis akan mendatangkan keuntungan bagi mereka. Ada beberapa hal yang sering dilupakan untuk memperoleh bonus tersebut. Jika masyarakat mampu mempersiapkan diri mereka untuk menciptakan tenaga kerja produktif maka mereka akan mendapatkan bonus itu. Namun, jika masyarakat tidak melakukan upaya untuk menambah tenaga kerja produktif maka hal tersebut justru akan menjadi bencana. Pada dasarnya, populasi yang besar belum tentu menjamin tercapainya bonus demografi. Oleh karena itu, pemerintah perlu mempersiapkan masyarakat yang produktif untuk masa yang akan mendatang.
Tingginya Lansia di Beberapa Daerah di Indonesia
Pada tahun 2010, Gunung Kidul dan Pacitan merupakan daerah dengan penduduk lansia terbanyak yaitu 675 ribu jiwa (18,3%) untuk Gunung Kidul dan 541 ribu jiwa (16,1%) untuk Pacitan. Hal ini menunjukkan bahwa angka harapan hidup di daerah tersebut tinggi. Saat ini, usia harapan hidup di Indonesia adalah 72 tahun. Di sisi lain, tenaga kerja perawat masih rendah. Hal ini menggambarkan bahwa kepedulian negara dalam memperhatikan lansia masih cukup rendah. Secara tidak langsung, sebenarnya situasi tersebut merupakan peluang bagi usia produktif untuk mendapatkan pekerjaan.