Acara ini merupakan kegiatan rutin SOREC yang diselenggarakan dalam rangka meningkatkan kapasitas mahasiswa untuk menulis. Dengan mengundang praktisi media sosial dan penulis Iqbal Aji Daryono untuk secara langsung berbagi tips mengolah ide tulisan menjadi karya yang bermutu dibaca orang, peserta diharapkan terpantik untuk kreatif menulis. Diskusi ide penulisan yang diangkat bertema ’Jeli Membaca Realitas Sosial’.
Sering kali kita terekspose oleh beragam isu-isu trending yang semestinya bisa diambil sebagai sumber inspirasi ide tulisan. Bagaimana menerjemahkan realitas keseharian atau pemberitaan yang menjadi trending ke dalam tulisan yang mudah dibaca, mengalir, dan menyentil cara berpikir, memantik orang untuk mendiskusikan isu yang tampak biasa dengan melihatnya dari ragam sudut pandang. Pembicara menyampaikan bahwa ide berada dekat dengan kita. Menulis harus dimulai dari membaca. Pembicara sendiri sudah melakukan kegiatan menulis sejak mahasiswa. Namun menulis esai opini baru dimulai sekitar 2014 ketika Facebook menyediakan ruang untuk postingan agak panjang.
Basis pembicara adalah penulis yang lebih bergaya populer. Menurutnya, terdapat perbedaan mendasar antara penulisan populer dan akademik. Tulisan populer dimulai dari rasa, yaitu sensitivitas merasakan ada yang ganjil dari suatu fenomena yang sekilas tampak biasa. Tulisan akademik sering kali dimulai dari referensi dan menekankan pentingnya data. Namun kendala utama mahasiswa dalam menulis, terutama tulisan akademik adalah dalam upaya problematisasi. Problematisasi juga dilakukan oleh penulis populer ketika hendak menulis. Jadi, problematisasi menjadi salah satu kunci untuk memulai tulisan.
Pembicara kemudian memaparkan beberapa contoh tulisannya di media-media online yang mengangkat isu-isu yang sempat trending, seperti misalnya ’Hilangnya Pluralitas di MRT’, yang berangkat dari keriuhan publik soal adanya sekelompok orang yang bergelantungan di MRT ketika hari-hari pertama launching di Jakarta. Komentar yang mengolok-olok mereka yang bergelantungan atau makan lesehan di MRT sebenarnya bukan pertikaian antara orang kota yang lebih ’berbudaya’ dengan orang yang mereka sebut ’norak’, namun persoalan kelas, dimana orang kaya menertawakan orang miskin.
Beberapa isu lain dipaparkan yang pada prinsipnya, pembicara mengajak peserta untuk melihat isu yang sederhana dari sudut pandang lain, seperti problem perburuhan, pertentangan kelas, dan determinisme teknologis. Diskusi ditutup dengan dialog singkat mengenai tips menuangkan ide yang menarik ke dalam tulisan dan problem trust dan netralitas media.